Minggu, 20 Februari 2011

"Bayanganmu"

Terjepit dalam suasana yang sunyi
Angin brhembus membisik di hati
Seakan ikut mengiringi
Tentang perasaan yg sedang menyinggahi hati

Kala mahoni menggugurkan daunya
Terjatuh hingga menepi ke tanah
Saat itu pula kau datang menjelma
Dalam kilasan wajah yang begitu indah

Hitamnya awan hilang berganti putih
Kotornya airpun bisa menjadi jernih
Semua itu karena engkau kekasih
Gambaran wajahmu yang selalu hadir dalam keadaan bersih & bersisih

Dalam gelap pekatnya suasana
Dirimu selalu datang membawakan cahaya
Menyinari gelapnya perjalanan ini
Untuk bisa sampai pada singgasana hati


Ku brjalan dalam cuaca yang berkabut
Lalu ku sadari bahwa Malam sudah larut
Hatipun Ikut menurut
Namun...
Bayang wajahmu tak kunjung hanyut


Di setiap aliran waktu yang berjalan
Bayangmu selalu hadir dalam setiap gerakku perlahan
Akankah semua ini bisa menjadi kenyataan
Sedangkan itu hanyalah bayangan

Yang selalu Hadir dalam ingatan.....

Untuk Mu Bakpao Q sayang


BAKPAO...

aku merindukan mu
seperti merindunya bulan kepada matahari yang tak pernah bersua
layaknya rindu sang bintang kepada malam

aku membutuhkan mu
selayaknya gurun yang membutuhkan hujan
seumpama mushafir yang membutuhkan singgah

aku ingin kau disini selalu
seperti ikan yang jika terpisahkan dengan air maka ia tak mampu bertahan
seperti laut dengan pesisir

Bakpao ...
aku tau itu hanya mimpi
mimpi yang indah
mimpi yang membuatku mengerti
mimpi yang bisa menentramkan jiwaku jika bersamamu

Bakpao
maafkan Nyun yang selalu mengharapkan mu
yang mungkin membuat mu berat melepas ku
ku menyayangimu bakpao seperti ku menyayangi sujudku

"Ya Robb"
ketentuan mu adalah kebaikan tukku
jika memang dia bukan tukku
maka biarkan aku menyimpan selalu rasa ini..
karena dialah aku mampu mencintai sujud ku
mencintai-Mu, ingat kepada-Mu
Selalu tentang dia yang menyadarkan ku
Betapa ku membutuhkan Mu..

BAKPAO KU SAYANG
NYUN SELALU UNTUK MU

Rindu Yang Tak PErnah BEnar-BEnar MAti Tuk Mu

saat semua menjauh dan berpaling

kau kembali hadir menyeruak

masuk kedalam angan

aku rindu lagi hadirmu disini

yang saat ku marah kau mampu redam dengan lembutmu

saat ku lemah kau mampu menguatkan dengan ketabahanmu

kau yang tak pernah pergi

mampu menerima baik dan buruk ku

kau yang bisa memberi gairah hidup ku

kau yang memaniskan setiap hari ku

tapi tak mungkin..

engkau terlalu jauh, tak mampu ku raih

rindu ini tak benar-benar mati tuk mu

wahai waktu yang tak pernah berhenti dari edarmu

terlalu cepat kau merebutnya dariku

tak terasa air mata ini menetes lembut

tapi seakan meninggalkan luka yang dalam

wahai waktu meski hanya sekejap

ku ingin dia disini menemaniku

di dalam labirin hitam ini

untuk menggenggam tanganku

dan membangkitkan ku

karena ku terkapar disini, sendiri

engkau tak memang tak pernah benar-benar mati di hatiku

Aku Yang Seperti ini

Kau mencintaiku ?

Maka inilah aku…

Aku yang tak pernah membawamu ke hiburan berkelas

Aku yang hanya memberimu sekuntum bunga mawar yang hilang harumnya

Aku yang hanya memberikan hadiah doa saat kau bersuka dalam hari lahirmu

Aku yang seperti ini …

Aku akan datang padamu, tak seperti yang lain

Aku hanya membawa seikat harapan,

Berkendara ketulusan

Berbekal keikhlasan

Dan berbendera keyakinan

Aku yang seperti ini …

Aku yang tak bisa memberimu keindahan duniawi

Aku yang tak mampu membahagiakan mu dengan gemerlap intan pemata

Aku yang tak memiliki…yang kau cintai

Aku yang seperti ini …

Masihkah kau mencintaiku?

Yakinkan hatimu…

Karena dengan keyakinan hatimu

Aku mampu menaklukan dunia

Bulatkan cinta mu

Karena dengan kebulatan cintamu

Ku mampu membawa bulan dalam pangkuanmu

Ikhlaskanlah ikhlasmu

Karena dengan keikhlasan mu

Ku mampu menghantam kecongkakan dunia

Kau menjadikan ku pangeran…

Maka kutak akan menjadikan mu permaisuri

Karena ku takut menyakiti

Tapi akan ku jadikan kau mahkota

Mahkota yang dengan segenap jiwa akan ku jaga

Mahkota yang tak akan pernah tampak di kepalaku

Tapi Makhota yang berkilau indah dalam hatiku

Aku yang seperti ini

Masihkah kau mencintaiku??

inilah aku ...

Masihkah ada rasa itu ?

Pergilah jika tak mampu

Istriku Aku MEncintaimu

Kendati dirinya telah keliling dunia, bahkan hampir tidak ada negara baru di dalam peta, dan terlalu sering naik pesawat terbang sehingga seperti naik mobil biasa, namun istrinya belum pernah naik pesawat terbang kecuali pada malam itu. Hal itu terjadi setelah 20 tahun pernikahan mereka. Dari mana? Dan kemana? Dari Dahran ke Riyadh. Dengan siapa? Dengan adiknya yang orang desa dan bersahaja yang merasa dirinya harus menyenangkan hati kakaknya dengan semampunya. Ia membawa wanita itu dengan mobil bututnya dari Riyadh menuju Dammam. Pada waktu pulang, wanita itu berharap kepadanya agar ia naik pesawat terbang. Wanita itu ingin naik pesawat terbang sebelum meninggal. Ia ingin naik pesawat terbang yang selalu dinaiki Khalid, suaminya, dan yang ia lihat di langit dan di televisi.

Sang adik mengabulkan keinginannya dan membeli tiket untuknya. Ia menyertakan putranya sebagai mahramnya. Sementara ia pulang sendirian dengan mobil sambil diguncang oleh perasaan dan mobilnya.

Malam itu Sarah tidak tidur, melainkan bercerita kepada suaminya, Khalid, selama satu jam tentang pesawat terbang. Ia bercerita tentang pintu masuknya, tempat duduknya, penerangannya, kemegahannya, hidangannya, dan bagaimana pesawat itu terbang di udara. Terbang!! Ia bercerita sambil tercengang. Seolah-olah ia baru datang dari planet lain. Tercengang, terkesima, dan berbinar-binar. Sementara suaminya memandanginya dengan perasaan heran. Begitu selesai bercerita tentang pesawat terbang, ia langsung bercerita tentang kota Dammam dan perjalanan ke sana dari awal sampai akhir. Juga tentang laut yang baru pertama kali dilihatnya sepanjang hidupnya. Dan juga tentang jalan yang panjang dan indah antara Riyadh dan Dammam saat ia berangkat. Sedangkan saat pulang ia naik pesawat terbang. Pesawat terbang yang tidak akan pernah ia lupakan unuk selama-lamanya.

Ia bercerita sambil tercengang. Seolah-olah ia baru datang dari planet lain. Tercengang, terkesima, dan berbinar-binar. Sementara suaminya memandanginya dengan perasaan heran.

Ia berlutut seperti bocah kecil yang melihat kota-kota hiburan terbesar untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Ia mulai bercerita kepada suaminya dengan mata yang berbinar penuh ketakjuban dan kebahagiaan. Ia melihat jalan raya, pusat perbelanjaan, manusia, batu, pasir, dan restoran. Juga bagaimana laut berombak dan berbuih bagaikan onta yang berjalan. Dan bagaimana ia meletakkan kedua tangannya di air laut dan ia pun mencicipinya. Ternyata asin… asin. Pun, ia bercerita bagaimana laut tampak hitam di siang hari dan tampak biru di malam hari.

“Aku melihat ikan, Khalid! Aku melihatnya dengan mata kepalaku. Aku mendekat ke pantai. Adikku menangkap seekor ikan untukku, tapi aku kasihan padanya dan kulepaskan lagi ke air.

Ikan itu kecil dan lemah. Aku kasihan pada ibunya dan juga padanya. Seandainya aku tidak malu, Khalid, pasti aku membangun rumah-rumahan di tepi laut itu. Aku melihat anak-anak membangun rumah-rumahan di sana. Oh ya, aku lupa, Khalid!” ia langsung bangkit, lalu mengambil tasnya, dan membukanya. Ia mengeluarkan sebotol parfum dan memberikannya kepada sang suami. Ia merasa seolah-olah sedang memberikan dunia. Ia berkata, “Ini hadiah untukmu dariku. Aku juga membawakanmu sandal untuk kau pakai di kamar mandi.”

Ia mengeluarkan sebotol parfum dan memberikannya kepada sang suami. Ia merasa seolah-olah sedang memberikan dunia.

Air mata hampir menetes dari mata Khalid untuk pertama kali. Untuk pertama kalinya dalam hubungannya dengan Sarah dan perkawinannya dengan sang istri. Ia sudah berkeliling dunia tapi tidak pernah sekalipun memberikan hadiah kepada sang istri. Ia sudah naik sebagian besar maskapai penerbangan di dunia, tapi tidak pernah sekalipun mengajak sang istri pergi bersamanya. Karena, ia mengira bahwa wanita itu bodoh dan buta huruf. Apa perlunya melihat dunia dan bepergian? Mengapa ia harus mengajaknya pergi bersama?

Ia lupa bahwa wanita itu adalah manusia. Manusia dari awal sampai akhir. Dan kemanusiaannya sekarang tengah bersinar di hadapannya dan bergejolak di dalam hatinya. Ia melihat istrinya membawakan hadiah untuknya dan tidak melupakannya. Betapa besarnya perbedaan antara uang yang ia berikan kepada istrinya saat ia berangkat bepergian atau pulang dengan hadiah yang diberikan sang istri kepadanya dalam perjalanan satu-satunya dan yatim yang dilakukan sang istri. Bagi Khalid, sandal pemberian sang istri itu setara dengan semua uang yang pernah ia berikan kepadanya. Karena uang dari suami adalah kewajiban, sedangkan hadiah adalah sesuatu yang lain. Ia merasakan kesedihan tengah meremas hatinya sambil melihat wanita yang penyabar itu. Wanita yang selalu mencuci bajunya, menyiapkan piringnya, melahirkan anak-anaknya, mendampingi hidupnya dan tidak tidur saat ia sakit. Wanita itu seolah-olah baru pertama kali melihat dunia. Tidak pernah terlintas di benak wanita itu untuk mengatakan kepadanya, “Ajaklah aku pergi bersamamu!” Atau bahkan, “Mengapa ia tidak pernah bepergian?” Karena ia adalah wanita miskin yang melihat suaminya di atas, karena pendidikannya, wawasannya, dan kedermawanannya. Tapi ternyata bagi Khalid, semua itu kini menjadi hampa, tanpa rasa dan tanpa hati. Ia merasa bahwa dirinya telah memenjara seorang wanita yang tidak berdosa selama 20 tahun yang hari-harinya berjalan monoton.

Ia merasakan kesedihan tengah meremas hatinya sambil melihat wanita yang penyabar itu. Wanita yang selalu mencuci bajunya, menyiapkan piringnya, melahirkan anak-anaknya, mendampingi hidupnya dan tidak tidur saat ia sakit. Wanita itu seolah-olah baru pertama kali melihat dunia.

Kemudian, Khalid mengangkat tangannya ke matanya untuk menutupi air matanya yang nyaris tak tertahan. Dan ia mengucapkan satu kata kepada istrinya. Satu kata yang diucapkannya untuk pertama kalinya dalam hidupnya dan tidak pernah terbayang di dalam benaknya bahwa ia akan mengatakannya sampai kapan pun. Ia berkata kepada istrinya, “Aku mencintaimu.” Ia mengucapkannya dari lubuk hatinya.

Kedua tangan sang istri berhenti membolak-balik tas itu. Mulutnya pun berhenti bercerita. Ia merasa bahwa dirinya telah masuk ke dalam perjalanan lain yang lebih menakjubkan dan lebih nikmat daripada kota Dammam, laut, dan pesawat terbang. Yaitu, perjalanan cinta yang baru dimulai setelah 20 tahun menikah. Perjalanan yang dimulai dengan satu kata. Satu kata yang jujur. Ia pun menangis tersedu-sedu.

www.shalihah.com

Sumber: “Malam Pertama, Setelah Itu Air Mata” karya Ahmad Salim Baduwailan, Penerbit eLBA